Abcmarathinews.com – Kasus praktik terapi stem cell ilegal yang menyeret nama seorang dosen Universitas Gadjah Mada (UGM), drh. Yuda Heru Fibrianto (56), telah menjadi sorotan. Pihak UGM pun angkat bicara terkait keterlibatan salah satu staf pengajarnya tersebut.
Juru Bicara UGM, I Made Andi Arsana, membenarkan bahwa YHF adalah dosen di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM. Pihaknya menegaskan UGM mendukung penuh proses hukum yang sedang berjalan. Informasi dan klarifikasi terkait riset serta penggunaan fasilitas laboratorium oleh YHF selama penelitian sebagai staf pengajar telah diberikan kepada penyidik.

UGM memastikan bahwa YHF tidak pernah menggunakan fasilitas laboratorium kampus untuk memproduksi sekretom, bahan yang digunakan dalam terapi stem cell. "Segala praktik layanan sekretom maupun terapi stem cell yang dilakukan di luar sepengetahuan universitas atau fakultas, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi yang bersangkutan," tegas Made Andi.
UGM menghormati proses hukum dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Langkah-langkah sesuai peraturan perundang-undangan terkait status kepegawaian YHF telah diambil, sambil menunggu putusan hukum yang final. Sebagai langkah cepat, YHF telah dinonaktifkan dari kegiatan tridharma perguruan tinggi agar dapat fokus menghadapi kasus hukumnya.
Terungkap bahwa YHF, pelaku terapi produk turunan stem cell ilegal berupa sekretom dari plasenta manusia, berprofesi sebagai dokter hewan. Praktiknya bahkan dikamuflasekan dengan papan nama ‘Praktik Dokter Hewan’. BPOM RI membongkar praktik peredaran produk sekretom ilegal ini di Magelang pada 25 Juli lalu.
Praktik ilegal ini terungkap berawal dari laporan masyarakat mengenai dugaan pengobatan ilegal oleh dokter hewan terhadap pasien manusia. Pengobatan tersebut menggunakan produk sekretom ilegal yang disuntikkan secara intra muskular. Sarana ilegal milik YHF berlokasi di tengah pemukiman padat penduduk dan melayani terapi bagi pasien yang mayoritas manusia.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sarana tersebut hanya memiliki izin praktik dokter hewan. YHF tidak memiliki kewenangan untuk memberikan terapi atau pengobatan kepada pasien manusia. Produk sekretom yang digunakan sebagai terapi dibuat sendiri oleh YHF tanpa izin edar BPOM. Diduga, produksi sekretom ilegal ini dilakukan di fasilitas laboratorium sebuah universitas di Yogyakarta.
Dalam penggerebekan, petugas menemukan dan menyita produk jadi sekretom siap suntik, serta produk lainnya seperti botol sekretom dan krim mengandung sekretom. Nilai keekonomian temuan ini mencapai Rp230 miliar. Produk ilegal ini telah digunakan oleh pasien dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari luar negeri.
BPOM telah menetapkan YHF sebagai tersangka dan menyita seluruh barang bukti. Keterangan dari 12 orang saksi juga telah diambil untuk penyidikan lebih lanjut. BPOM menegaskan bahwa tindakan YHF melanggar UU Kesehatan dan dapat dikenai sanksi pidana penjara hingga 12 tahun atau denda hingga Rp5 miliar.
BPOM berkomitmen untuk terus memperkuat pengawasan demi melindungi kesehatan masyarakat dan memberantas peredaran sediaan farmasi ilegal. Risiko produk ilegal tidak hanya membahayakan kesehatan, tetapi juga merugikan perekonomian negara.




